logo seputarnusantara.com

Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia : Rancangan UU Pemilukada Ditunda?

Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia : Rancangan UU Pemilukada Ditunda?

Para nara sumber dialog DPD RI, 5-9-2014

11 - Sep - 2014 | 15:25 | kategori:Headline
Jakarta. Seputar Nusantara. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI pada Jumat, 20 Juni 2014 mengadakan kegiatan Talk Show Perspektif Indonesia dengan Tema : ” Perang Antar-Jenderal Prabowo dan Jokowi.” Talk Show berlangsung dari pukul 14.00- 15.00, bertempat di ruang Pressroom DPD RI.
Dalam acara Talk Show tersebut hadir sebagai nara sumber diantaranya ; Erma Suryani Ranik (Anggota DPD RI dari Provinsi Kalimantan Barat), Prof. DR. Indria Samego (Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI) dan Salim Said (Direktur Eksekutif Institut Peradaban). Sedangkan sebagai Moderator Talk Show adalah Agrani Sihombing (RRI Pro3 FM).
Jakarta. Seputar Nusantara. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI pada Jumat, 5 September 2014 mengadakan kegiatan Talk Show Perspektif Indonesia dengan Tema : ” RUU Pemilukada Ditunda?” Talk Show berlangsung dari pukul 14.00- 15.00, bertempat di ruang Pressroom DPD RI.
Dalam acara Talk Show tersebut hadir sebagai nara sumber diantaranya ; Muchtar Luthfi Andi Mutty (Sekretaris Tim Tujuh 1998-1999/ Mantan Bupati Luwu Utara/ Caleg Terpilih DPR RI 2014-2019 Partai Nasdem), Titi Anggraini Mashudi (Direktur Eksekutif Perludem/ Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi), Ramdansyah (mantan Ketua Panwaslu DKI Jakarta) dan Firdaus Muhammad (Pakar Politik dan Komunikasi). Sedangkan sebagai Moderator Talk Show adalah Agrani Sihombing (RRI Pro3 FM).
Menurut Muchtar Luthfi, mengacu kepada keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa seorang kepala daerah yang sudah menjabat 2 periode tidak boleh mencalonkan kembali. Demikian juga, dalam pilkada langsung, seorang incumbent sebaiknya cuti setahun sebelum pelaksanaan pilkada. Sehingga tidak ada konflik kepentingan dari sang incumbent saat maju kembali menjadi kepala daerah.
” Menurut saya, jangan menarik mandat rakyat dengan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD. Pemilihan kepala daerah sebaiknya tetap langsung oleh rakyat. Karena sudah sangat banyak anggota DPRD yang tersangkut masalah korupsi. Kalau pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, sangat besar kemungkinan terjadi suap- menyuap,” terang Muchtar Luthfi.
Sedangkan menurut Titi Anggraini, masalah politik uang yang sering terjadi dalam ajang pilkada, seharusnya jangan masyarakat yang disalahkan. Tetapi siapa pelaku politik uang tersebut dan aktor politik uang yang harus dicari dan ditangkap. Jadi sebaiknya sistem dan UU yang diperbaiki, bukan mandat rakyat yang dicabut. Karena, tidak ada jaminan bahwa pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan lebih baik dari pemilihan langsung rakyat.
” Masalah jual beli suara dan politik uang yang sering terjadi di pilkada, kenapa rakyat yang disalahkan? Seharusnya aturan dan sistem yang diperbaiki, serta hukum yang harus ditegakkan. Sehingga pemilukada benar- benar bersih dari politik uang, kalau perlu, calon kepala daerah yang terbukti melakukan politik uang langsung didiskualifikasi,” tegas Titi Anggraini.
Sedangkan Ramdansyah berpandangan bahwa, yang sulit ditangkap secara langsung dalam kejadian suap- menyuap adalah kejahatan “krah putih”. Biasanya yang ditangkap aparat adalah pelaku lapangan yang notabene adalah rakyat kecil.
” Memang, secara potensi konflik horisontal, pilkada langsung sangat besar kemungkinannya, karena bersentuhan langsung dengan masyarakat. Tetapi, jangan salahkan rakyat, seharusnya aturan dan sistem yang perlu diperbaiki,” ungkap Ramdansyah.
Pada sisi lain, Firdaus Muhammad menyoroti persoalan demokrasi. Menurutnya, ketika bangsa Indonesia selalu bangga sebagai negara demokrasi, ketika rakyat sudah bagus dalam melaksanakan demokrasi, tetapi justru pemerintah melakukan langkah mundur kalau pilkada lewat DPRD.
” Kita harus tolak RUU Pilkada, karena itu merupakan langkah mundur. Kalau memang terjadi suap- menyuap antara calon kepala daerah dengan rakyat, tangkap saja ditempat kemudian serahkan ke Panwaslu. Jangan gara- gara ada permasalahan di masyarakat, kemudian mencabut mandat rakyat. Ini tidak sesuai dengan demokrasi yang sudah berkembang di Indonesia,” tegas Firdaus Muhammad. (Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline