logo seputarnusantara.com

Dialog Kenegaraan DPD RI : Memaknai Sabda dan Dhawuh Sultan Yogyakarta

Dialog Kenegaraan DPD RI : Memaknai Sabda dan Dhawuh Sultan Yogyakarta

17 - Mei - 2015 | 14:06 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Sabda Raja mengandung makna pembaharuan bukan hanya Yogyakarta tetapi juga di luar Yogyakarta. Apakah internal siap menerima pembaharuan, itu merupakan tantangan.

Ada catatan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, bahwa Sultan harus melakukan pembaharuan di dalam keraton dan membenahi masalah pertanahan Keraton Yogyakarta. Demikian disampaikan Paulus Yohanes Sumino MM, Mantan Ketua Tim Kerja RUU Keistimewaan Yogyakarta Komite I DPD RI dalam Dialog Kenegaraan di Coffee Corner DPD RI, Rabu (13/05/2015).

Dialog kenegaraan yang bertema “Memaknai Sabda dan Dhawuh Sultan Yogyakarta” hadir selain Paulus Yohanes Sumino MM sebagai pembicara, hadir juga Karsono Hardjo Saputra (Koordinator Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia), Joseph Kristiadi (Peneliti Centre for Strategic of International Studies/ CSIS) dan Dodi Riyadmadji (Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri).

Menurut Paulus Sumino, sabda ini adalah deklarasi independen kedalam untuk penataan kedalam. Dalam Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta, Republik Indonesia mengakui Sultan yang jumeneng juga menjadi gubernur. Demokrasi tatanan baru bisa disinkronkan dengan tradisi tapi harus dilakukan dengan hati dan kepala dingin.

Pembaharuan di Yogyakarta bisa dilakukan dengan pendekatan supranatural, tradisional dan rasional secara harmonis, secara sinkron dan menyeluruh. “Kita harus menyikapi itu (sabda) dengan dingin, jangan melewati etika,” pesan Paulus.

Sementara itu, Karsono Hardjo Saputra memberi catatan bahwa sabdo raja itu kontroversial karena mengubah sejarah. Dengan diangkatnya GKR Pembanyun menjadi GKR Mangkubumi belum tentu menjadi Raja Yogyakarta, karena penentuan menjadi raja yang menentukan adalah “wahyu”. Yang dimaksudkan wahyu adalah sarana legitimasi. Kalau jaman dulu, wahyu adalah wangsit, tetapi jaman sekarang wahyu adalah suara rakyat.

Joseph Kristiadi Peneliti CSIS menuturkan sabda itu seharusnya dibicarakan bersama. Ngarso Dalem (Sultan) melibatkan dengan aktif Sentono Dalem agar tidak terjadi perpecahan. Pembaharuan tersebut seharusnya seperti yang dikatakan Sultan Hamengku Buwono ke-9 bahwa tahta untuk rakyat. Hal-hal yang membuat kekuasaan menjadi amanah. Oleh karena itu suara rakyat menjadi pembaharuan.

Dodi Riyadmadji sepakat dengan Paulus, Sultan harus melakukan pembaharuan di dalam keraton dan membenahi masalah pertanahan Keraton Yogyakarta. Terkait persoalan-persoalan yang muncul dari polemik Sabda dan Dhawuh Sultan itu perlu kesabaran untuk memahami secara arif. Mudah-mudahan suasana menjadi hangat. (dpd.go.id)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline