logo seputarnusantara.com

Donny Imam Priambodo : DPR RI Pastikan Dana Pemerintah Tepat Sasaran

Donny Imam Priambodo : DPR RI Pastikan Dana Pemerintah Tepat Sasaran

Donny Imam Priambodo, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem

3 - Sep - 2015 | 15:02 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Ketidakpastian situasi ekonomi global akibat kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan pelemahan mata uang Tiongkok diperkirakan masih berlanjut.

Hal tersebut mendorong Bank Indonesia (BI) kembali melakukan koreksi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi 2015. Pertumbuhan tahun ini diperkirakan berkisar pada angka 4,7- 5,1%. Besaran itu lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang dipatok pada kisaran 5,0- 5,4%, dan lebih rendah dari proyeksi pemerintah yakni sebesar 5,2 persen.

Perlambatan ekonomi ini dipengaruhi oleh lambannya investasi swasta dan pemerintah. Salah satu faktor yang diharap menyelamatkan perekonomian adalah serapan APBN dan APBD. Persoalannya, sampai saat ini tingkat serapan APBN masih terhitung rendah.

Pada semester I 2015 terhitung hanya 41% besaran APBN yang terserap, atau Rp 820 trilliun. Namun, rendahnya serapan dana APBN itu terhitung sudah mengalami perbaikan, di mana pada awal semester II ini atau pertengahan Agustus 2015, serapan anggaran pemerintah pusat sudah mencapai Rp 297,9 trilliun.

Meski pun begitu, tingkat penyerapan APBN ini tetap perlu mendapat perhatian khusus, mengingat posisinya cukup vital untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia di tengah terpaan krisis global.

Donny Imam Priambodo, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem menyebutkan, bahwa rendahnya tingkat serapan APBN dipengaruhi oleh mekanisme birokrasi yang memang membutuhkan proses. Dalam penanganan lelang tender, misalnya, jika ada yang terlambat maka akan ada efek domino sampai ke bawah.

” Persoalannya, pemerintahan sekarang ini memang baru dilantik pada Oktober 2014, yang selanjutnya kabinet kerja baru bisa mengajukan APBN-P pada Februari 2015. Otomatis proses birokrasi ini menimbulkan efek domino sampai level pemerintahan terbawah,” ujar Donny saat diwawancara di ruang kerjanya di komplek DPR- Senayan, Selasa (1/9).

Proses yang demikian itu mempengaruhi mundurnya lelang tender, berikut berbagai mekanisme yang menyertai. Di sisi lain, Donny menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan yang melalui mekanisme penunjukan langsung sebenarnya sudah jalan sejak adanya Down Payment (DP). Persoalannya dalam sistem keuangan, kegiatan yang sudah berjalan itu tetap tercatat belum cair, sehingga terhitung belum terserap, meski sudah berjalan.

Legislator Fraksi NasDem dari dapil Jateng III ini juga mencatat bahwa lambannya penyerapan dana pemerintah turut dipengaruhi perubahan regulasi. Salah satu contoh terjadi pada dana Bansos, yang di beberapa daerah satu rupiah pun belum terserap.

Usut punya usut, ternyata hal itu dipengaruhi oleh perubahan regulasi pencairan dana bansos. Regulasi baru menyebutkan dana Bansos harus diserahkan kepada lembaga berbadan hukum.

Memang, di antara penerima Bansos juga sudah ada yang berbadan hukum, tapi mereka tetap tak berani menggelontorkan karena belum ada juklak dan juknisnya. Regulasi baru, tentunya memerlukan tata cara baru, dan ternyata instrumen itu belum lengkap.

Donny menambahkan bahwa serapan anggaran biasanya terjadi sangat cepat di akhir tahun. Dalam kerangka ini, dirinya selaku legislator bersama rekan-rekan di DPR akan tetap berusaha mengawal untuk memastikan dana pemerintah mengucur pada sasaran yang tepat.

“ Perlu dilakukan kontrol terhadap kualitas serapannya, perlu memastikan bahwa laporan di atas kertas bisa berefek positif terhadap sektor riil. Perlu dicocokkan dengan indikator- indikator pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan sebagainya,” tutur legislator asal Partai NasDem ini.

Dalam kerangka ini, Donny menegaskan bahwa saat ini pemerintah harus bekerja lebih cepat, dengan tetap menomorsatukan unsur good governance. (Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline