logo seputarnusantara.com

Kurtubi : Divestasi Saham PT. Freeport Indonesia Masih Terlampau Kecil

Kurtubi : Divestasi Saham PT. Freeport Indonesia Masih Terlampau Kecil

Kurtubi, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem

28 - Sep - 2015 | 15:23 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan, saat ini pemerintah tengah mengkaji BUMN yang siap untuk mengambil saham divestasi dari Freeport.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Kurtubi mengungkapkan bahwa besaran divestasi PT Freeport Indonesia 10 persen itu tak seberapa dibanding dengan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT).

Dia menilai besaran saham divestasi PT Freeport Indonesia masih terlampau kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang berhasil dibukukan PT Freeport Indonesia.

Dia membandingkan PT NNT yang saat ini diwajibkan divestasi ke pihak Indonesia sebesar 51% sedangkan Freeport hanya 20%. Apalagi model divestasi yang dilaksanakan lewat IPO di pasar modal, dimana pemodal asing dan swasta yang berafiliasi dengan Freeport bisa membeli.

” Semestinya 51 persen dimiliki oleh Negara melalui BUMN dan BUMD. Tapi persoalannya, kalau divestasi lewat IPO pasar modal, Freeport bisa masuk lagi dengan memakai nama lain; bisa lewat murni investor asing yang membeli sahamnya atau lewat swasta dengan dana dari Freeport,” jelas Kurtubi, saat di hubungi, Rabu (23/92015).

Dengan antusias Kurtubi juga menegaskan bahwa mengambil alih saham yang didivestasi PT FI harusnya menjadi fokus perhatian pemerintah. Dia memberi saran agar ada kolaborasi dari BUMN Nasional dan BUMD Papua.

” Saya berpendapat sebaiknya divestasi Freeport diprioritaskan untuk dibeli oleh pemerintah melalui BUMN PT Aneka Tambang dan BUMD Papua. Karena ini menyangkut kekayaan alam milik negara, maka pemerintah harus membantu financingnya BUMN, agar bisa membeli saham Freeport ini adalah BUMN,” ujarnya.

Selalu menarik dibicarakan

Divestasi saham perusahaan tambang selalu menarik dibicarakan. Nasionalisme seakan mengeras tatkala bicara perusahaan tambang yang hanya melepas sahamnya dalam jumlah kecil. Perjanjian antara perusahaan tambang dengan pemerintah di era lampau kembali digugat.

Tahun 2009, Indonesia akhirnya memiliki Undang-undang Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU ini walaupun banyak dikritik, namun merupakan UU yang menegaskan aturan bahwa perusahaan tambang harus mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah tentang kewajiban membayarkan pendapatan negara dan daerah, juga pelepasan bertahap saham untuk kepemilikan pemerintah Indonesia.

Sejak Juli 2012 perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS), telah menetapkan melepas sahamnya sebesar 9,36 persen kepada pemerintah pusat dan daerah. Harga jual sahamnya mengikuti harga sesuai bursa tempat perusahaan induknya mencatatkan sahamnya di Amerika.

Banyak kalangan mengkritisi cara PT Freeport Indonesia menyerahkan sahamnya kepada Indonesia. Mulai dari besaran saham yang sangat minim sampai harga penawaran yang dinilai berlebihan.

Bentuk divestasi yang ingin ditawarkan Freeport kepada Pemerintah Indonesia dinilai masih jauh dari ketentuan yang selama ini diatur dalam PP No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam peraturan itu, investor asing harus melepaskan kepemilikan sahamnya secara bertahap hingga tersisa 49 persen.

Saat ini komposisi saham Freeport Indonesia mayoritas memang dikuasai Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS), Amerika Serikat, sebesar (81.28%). Sisanya sebesar 9,36% dimiliki Pemerintah Indonesia dan 9,36% milik PT Indocopper Investama.

Sesuai aturan pasal 97 PP No.24 Tahun 2012 yang mensyaratkan divestasi sedikitnya 20% pada tahun pertama setelah 5 tahun berproduksi, Freeport masih diwajibkan menambah divestasi sahamnya kurang lebih 10% kembali kepada Indonesia. Indonesia pun bersiap lewat rencana aksi korporasi BUMN untuk mengambil alih saham tersebut. Hal ini yang masih dikaji oleh Kementerian. (Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline