logo seputarnusantara.com

Ada 30 Ribu Toko Modern di Indonesia, Bahayakah Bagi Pasar Tradisional?

Ada 30 Ribu Toko Modern di Indonesia, Bahayakah Bagi Pasar Tradisional?

4 - Okt - 2017 | 19:08 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Perkembangan toko ritel modern cukup pesat. Bahkan, dalam satu komplek perumahan bisa dijumlah lebih dari 2 atau 3 toko modern yang jaraknya tak terlalu jauh.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menilai kehadiran toko ritel modern yang masif ini bisa memicu persaingan tidak sehat dengan pasar tradisional dan warung kelontong.

“Ada kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, terjadi persaingan tidak sehat, pasar tradisional dan warung makin lama dia makin tergerus. Gerai modern lebih kurang ada 30 ribu di Indonesia. Ini selalu kita pertentangkan, antara warung, pasar tradisional dengan pasar ritel modern,” kata Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita dalam sambutannya pada acara diskusi di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Hal ini membuat bangunan yang sudah ada tak bisa dibongkar, terutama keberadaannya yang sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat.

“Kalau dari sisi aturan, memang pembangunannya tidak boleh berdekatan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa di mulut pasar tradisional, sebelah kiri Alfamart, sebelah kanan Indomaret. Izin itu (lokasi pendirian toko) dikeluarkan saat menjelang Pilkada atau berakhirnya Pilkada,” tutur Enggar.

“Kita tidak mungkin minta itu dibongkar, karena di sisi lain itu satu keniscayaan yang tidak mungkin kita hentikan dan jadi bagian pelayanan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Kalah saing

Enggar menyatakan, setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan toko tradisional kalah saing dengan toko modern. Di antaranya adalah kemampuan toko tradisional yang tidak mendapatkan akses pada sumber barang dengan harga yang sama.

“Dia beli barang harganya lebih mahal dibanding toko gerai modern. Kenapa ini bisa terjadi? Pasar ritel modern membeli dalam jumlah besar dan kontrak jangka panjang sehingga harga jauh lebih murah. Sedangkan pasar tradisional dan warung, dia beli ketengan dan belinya sudah tangan ketiga, keempat. Sehingga pasti lebih mahal,” terang Enggar.

Kemudian, pasar ritel modern juga memiliki akses modal yang lebih kuat dibanding toko tradisional. Hal ini membuatnya lebih mudah mendapatkan kepercayaan pembayaran barang dari pemasok.

“Pasar tradisional dan warung tidak punya akses modal. Kalau ada pinjaman, maka dia pinjamannya dari yang dicatat bsia mencapai 5% per 12 jam. Hari ini dia ambil Rp 95 ribu, bayar Rp 100 ribu nanti sore. Jam 3 pagi keluar uangnya, jam 3 sore diambil keliling dengan 5%. Itulah kenyataan,” tutur Enggar. (dtc/Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline