logo seputarnusantara.com

Soal Korupsi Dana Kapitasi Jombang, KPK Sudah Ajukan Evaluasi Sejak 2014

Soal Korupsi Dana Kapitasi Jombang, KPK Sudah Ajukan Evaluasi Sejak 2014

5 - Feb - 2018 | 20:51 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Dana kapitasi menjadi salah sumber suap yang dibancak oleh Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko.

Pada tahun 2014, KPK sudah pernah melakukan kajian terhadap Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di dalamnya terdapat dana kapitasi itu.

Dana kapitasi merupakan salah satu mekanisme pembiayaan dalam sistem jaminan kesehatan nasional yang juga disebut Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Kajian itu dimaksudkan untuk mengidentifikasi titik potensial terjadinya rasuah dan menganalisis sumber permasalahannya.

“Apa yang dilakukan KPK ini merupakan salah satu upaya dalam pencegahan korupsi dengan melakukan pencegahan dini melalui kajian sistem sesuai amanah pasal 14 UU 30 tahun 2002,” ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (5/2/2018).

Ada 4 aspek yang kemudian ditemukan KPK, yaitu pada regulasi, pembiayaan, tata laksana dan sumber daya, serta pengawasan. Dalam regulasi misalnya, KPK menyebut aturan pembagian jasa medis dan biaya operasional berpotensi menimbulkan moral hazard atau ketidakwajaran.

Regulasi itu juga dinilai belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih dana kapitasi di puskesmas. Poin yang terakhir, aturan penggunaan dana kapitasi kurang mengakomodasi kebutuhan Puskesmas.

“Untuk pembiayaan ada 2 poin yaitu potensi fraud atas diperbolehkannya perpindahan peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari puskesmas ke FKTP swasta dan efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah,” kata Febri.

Sementara dari aspek tata laksana dan sumber daya, KPK menilai kompetensi petugas kesehatan di puskesmas masih lemah untuk menjalankan regulasi. Ini menjadikan petugas FKTP menjadi pelaku fraud semakin besar.

Tak hanya itu, proses verifikasi eligibilitas kepesertaan juga belum berjalan baik. Demikian pula dengan pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang.

“Petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak, dan yang terakhir, sebaran tenaga kesehatan yang tidak merata,” kata Febri lagi.

Dari sisi pengawasan, KPK juga menyoroti tidak tersedianya anggaran pengawasan dana kapitasi di pemerintah daerah. BPJS juga nyatanya, menurut KPK, belum memiliki alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi.

“Saat kajian di tahun 2014, BPJS kesehatan telah menyalurkan sekitar Rp 8 triliun ke sekitar 18 ribu FKTP di seluruh Indonesia atau rata-rata setiap FKTP di Indonesia menerima sekitar Rp 423 juta. Angka ini terus bertambah setiap tahunnya. Saat ini sekitar Rp 9 triliun dana yang disalurkan BPJS Kesehatan kepada FKTP,” urai Febri.

Hasil kajian pada 2014 itu juga disebut Febri sudah disampaikan kepada BPJS Kesehatan, Ombudsman, Kementerian Kesehatan, BPKP dan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri. Di dalamnya, juga ada rekomendasi yang perlu dilakukan stakeholders terkait, antara lain :

– Segera dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) khususnya terhadap utilisasi dana kapitasi di Puskesmas.
– Memperbaiki regulasi terkait pengelolaan dana kapitasi di FKTP milik Pemda.
– Meningkatkan lingkungan pengendalian baik di tingkat FKTP maupun di Pemda.
– Melakukan upaya-upaya untuk meningkatan kompetensi dan pemahaman petugas kesehatan di daerah terhadap pengelolaan dana kapitasi.

KPK Sudah Mengirimkan Rekomendasi ke Pemda

Sebagai tindak lanjut, KPK juga dikatakan Febri telah meminta masing-masing pihak untuk menyusun rencana aksi sesuai rekomendasi. Pada tahun 2015 juga KPK sudah mengirim rekomendasi pengelolaan kepada seluruh kepala daerah.

“Surat tersebut terkait 3 hal, yaitu agar pemda menyusun prosedur baku di internal terkait mekanisme perencanaan, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana kapitasi dengan tetap mengacu pada regulasi yang ditetapkan pemerintah pusat,” kata Febri.

Selain itu, pemda juga diminta KPK menyiapkan anggaran di SKPD sektor kesehatan untuk mengawasi dan mengevaluasi dana kapitasi di FKTP. Yang terakhir, menyusun program pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana kesehatan, termasuk di dalamnya dana kapitasi, yang dijalankan oleh Aparat Pengawas Internal (APIP) daerah.

Tahun 2015 juga, KPK telah melakukan pilot project di 3 daerah yaitu Yogyakarta, Bandung, dan Kupang. Namun hingga batas tindak lanjut pada tahun 2016, beberapa temuan potensi rasuah masih belum tertutup sepenuhnya.

“Salah satunya, terkait aturan pembagian jasa medis dan operasional yang menimbulkan moral hazard. Karena Perpres mengatur minimal 60% untuk jasa pelayanan. Sehingga, banyak daerah kemudian yang mengatur 80% untuk jasa pelayanan. Dan, karena pembagiannya masih tunai. Saat pembagian, dana tersabut rentan dipotong/dikutip,” papar Febri.

Sisi baiknya, pilot project ini berhasil mendorong penghargaan kepada puskesmas yang berbasis konerja. Namun, aturannya tetap dikembalikan kepada Kemenkes yang menaungi. (dtc/Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline