logo seputarnusantara.com

Paulus Yohanes Sumino : Undang- Undang Mengakui Hak Adat Atas Tanah

Paulus Yohanes Sumino : Undang- Undang Mengakui Hak Adat Atas Tanah

Drs. Paulus Yohanes Sumino, MM.,Anggota DPD RI dari Provinsi Papua

12 - Feb - 2012 | 02:38 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak- tanduk manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah – kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.

Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting.
Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang – orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya – daya hidup, termasuk juga hidupnya umat dan karenanya tergantung dari padanya.

Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai
sejak dulu. Kita juga ketahui bahwa Hukum Adat dalam masalah tanah telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih – lebih negara yang corak agrarisnya mendominasi wilayahnya.

Menurut Drs. Paulus Yohanes Sumino, MM., Anggota DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) dari Provinsi Papua, bahwa UU (Undang- Undang) No. 21 sudah secara jelas mengakui, menghormati dan menata prinsip- prisnsip hak- hak adat atas tanah dan diakui sebagai hukum. Karena itu DPRPapua mempunyai kewenangan utuk menjabarkan dan menyusun dalam bentuk Perdasus (Peraturan Daerah Khusus), ini merupakan keunggulan Papua. Memang di wilayah lain Indonesia, UU kita juga mengakui hukum adat sepanjang hidup. Tetapi masalahnya diakui atau tidak oleh pemerintah.

” Disinilah akar masalah praktek pemerintahan khususnya Orba (Orde Baru), dalam menempatkan hukum adat secara tidak proporsional. Padahal jelas dalam UUD 1945 diakui dalam pasal 18. Kemudian diterjemahkan oleh UU yang mengesampingkan hak- hak adat itu,” ungkap Paulus Yohanes Sumino kepada seputarnusantara.com di Gedung DPD RI- Jakarta, Jumat 10 Februari 2012.

Padahal, menurut Paulus Yohanes Sumino, jelas diatur dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa :  “ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Demikian juga, lanjut Paulus, telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 pada 24 September 1960 yang mengamanatkan bahwa Negara mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan bumi, air, dan tanah milik Negara digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

” Tetapi pada zaman pemerintahan Orde Baru, pemerintah mengatur dan menyerahkan tanah- tanah tersebut ke perusahaan- perusahaaan. Kalau tanah kosong mungkin tidak masalah, tetapi kalau tanah tersebut digunakan oleh suku- suku adat, seperti suku Dayak, suku asli Papua, suku Bugis dll- nya, yang mana digunakan untuk berburu dan sebagai tempat hidup dan kehidupannya, maka akan terjadi permasalahan,” tegasnya.

Menurut Paulus, pada zaman Orde Baru,  pemerintah memberikan kuasa atas tanah kepada perusahaan- perusahaan, sehingga lahan warga tergusur. Tetapi sekarang ketika rakyat berani bicara masalah haknya, seperti hak hidup, hak ekonomi, hak hidup layak dan hak – hak lainnya, maka timbul berbagai gejolak dimasyarakat karena menuntut hak- haknya.

” Oleh karena itu, harus ada agenda Reformasi yang jelas, kalau tidak, maka akan bisa terjadi Revolusi. Padahal ini yang tidak kita inginkan,” tegas Senator dari Provinsi Papua ini.

Kedepan, lanjutnya, UUD 1945 harus diamandemen lagi. Karena dengan perubahan UUD yang kelima nantinya, maka akan semakin baik penataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

” Bunyi UUD 1945 kita itu terkadang diterjemahkan tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sehingga berbagai tafsir dari UUD 1945 itu bisa jadi tidak sesuai dengan kepentingan rakyat,” jelasnya.

Paulus memaparkan bahwa sekarang ini ada sekitar 120 UU kita yang tumpang tindih dan ada 24 UU kita yang merugikan daerah dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Kedaulatan ekonomi kita diserahkan oleh kekuasaan lain. Kepentingan negara dan rakyat dikorbankan oleh kepentingan penguasa- penguasa dan pengusaha besar.

” Kalau tidak kita rubah UU yang tidak berkepentingan rakyat tersebut, maka kedepan kepentingan rakyat dikalahkan oleh kepentingan penguasa dan pengusaha. Kalau kita kedepan mau lebih baik, harus ada perubahan yang bersifat Recovery. Kalau tidak segera ada perubahan, maka bisa berbahaya. Contoh kasus Mesuji- Lampung itu baru satu titik saja, belum lagi tempat- tempat lain di Indonesia dimana rakyatnya sudah berani bicara,” tandasnya.

Untuk menyelesaikan kasus- kasus tanah, menurut Paulus, yang harus dilakukan adalah pertama, Polisi tidak boleh diperalat untuk menegakkkan hukum atau aturan- aturan yang keliru. Hukum yang keliru adalah penerjemahan dari UU yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Polisi jangan melakukan kekerasan terhadap rakyat, Polisi harus pakai hati nurani dalam bertugas. Polisi juga harus belajar UUD, Pancasila, dan prinsip- prinsip kemanusiaan.

Kedua, kita harus lakukan harmonisasi UU.  Kalau UU kita tidak diharmonisasikan, maka pangkal masalahnya tidak dapat diselesaikan. Karena banyak UU yang tumpang tindih.

” Seringkali rakyat jadi korban oleh pihak penguasa dan pengusaha jika ada kasus- kasus pertambangan, pertanahan, perkebunan dan kasus- kasus lainnya. Ini tidak boleh terjadi lagi kedepannya,” tegas Paulus.

” Untung sekarang ini ada MK (Mahkamah Konstitusi), saya salut kepada Bapak Mahfudz MD yang telah menguji berbagai UU kita. Banyak sekali UU kita yang diluruskan oleh MK. DPR RI harus sadar, masih banyak UU yang harus diperbaiki. DPR dan DPD harus bekerjasama, DPR harus menghargai kerja DPD,” tegas Paulus Yohanes Sumino di penghujung wawancara dengan seputarnusantara.com (Aziz).

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline