logo seputarnusantara.com

Hj. Herlini Amran : Banyak Hal Yang Harus Dievaluasi Dalam Pelayanan Haji

Hj. Herlini Amran : Banyak Hal Yang Harus Dievaluasi Dalam Pelayanan Haji

26 - Nov - 2010 | 02:19 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Hj. Herlini Amran, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS mengungkapkan bahwa mengiringi keberhasilan pemerintah tentang Pelaksanaan Haji 2010, berbagai permasalahan ataupun kekurangan masih setia mengikuti. Mulai dari penerbangan, pemondokan, makanan sampai urusan buang hajat.

Hj. Herlini Amran menjelaskan terkait Penundaan penerbangan (delay) masih saja terjadi. Bahkan di awal-awal keberangkatan kemarin. Sebut saja kloter 1 Kepulauan Riau yang berangkat dari embarkasi Batam yang mengalami delay hingga 16 jam. Kejadian yang sangat memalukan, penerbangan pertama, telat 16 jam.

” Keterlambatan tersebut tentu saja akan berdampak negatif terhadap sistem yang telah dibuat. Penumpukan di asrama haji, ketibaan di Jeddah, hingga pemondokan akan terkena imbasnya. Belum lagi dengan keletihan fisik maupun psikis jamaah , mengingat banyak jamaah calon haji kita yang telah berusia lanjut, 49,62 % di atas 50 tahun,” tegas Hj. Herlini Amran, Politisi PKS ini.

Dia menyatakan bahwa teguran yang telah dilayangkan Menteri Agama kepada SAL ternyata tidak membuat maskapai tersebut segera berbenah. Pasca teguran pertama, masih saja terjadi delay. Total delay, 23 kali, 10 kali di bawah 4 jam, dan 13 kali di atas 4 jam.

” Saya pikir, tidak salah jika ada wacana “putus kontrak” dengan perusahaan ini dan menggantinya dengan perusahaan lain yang lebih baik. Kalaupun kontrak tetap dilanjutkan, ke depan mungkin perlu dikurangi jatahnya, atau bisa juga dengan hanya memberikan penerbangan kloter terakhir saja,” tegas Herlini.

Jarak Pemondokan.
Herlini mengungkapkan bahwa, Pemerintah menyampaikan bahwa pada tahun ini, secara keseluruhan pemondokan jamaah di Madinah 91, 46 persen berada di markaziah (<500 m dari masjid Nabawi). Untuk pemondokan di Makkah, pemerintah berkomitmen untuk menempatkan 63% jamaah di ring 1 dengan jarak terjauh 2 km dari Masjidil Haram, dan 37% di ring 2 dengan jarak maksimal 4 km. Tidak ada lagi yang ditempatkan di ring 3. " Namun pada kenyataannya, kami banyak mendapat keluhan dari jamaah haji bahwa jarak pemondokan ke Masjidil Haram terlalu jauh. Bahkan ada yang jaraknya hingga 9 km. Parameter apa sebenarnya yang digunakan pemerintah?" tanya Herlini. Sempat terdengar bahwa yang dimaksud jarak terdekat dengan Masjidil Haram adalah menggunakan parameter jarak lurus yang ditarik dari pondokan ke Masjidil Haram. Jarak itu diukur berdasarkan peta kota Mekah. Staf Ahli Menteri Agama, Tulus Sostrowijoyo mengatakan bahwa yang dimaksud jarak terdekat adalah menggunakan rumus jarak lurus ditambah jarak tempuh di jalan raya kemudian dibagi dua. " Ini terkesan sebagai permainan retorika pemerintah saja. Bukankah logika awam yang dipahami sebagai jarak dalam hal ini adalah jarak tempuh kendaraan menuju lokasi?" tanyanya lagi. Pemondokan
Herlini memaparkan bahwa ketidakberdayaan PPIH kita di Arab Saudi terlihat ketika mereka harus berhadapan dengan kenyataan sikap ‘inkonsistensi’ para pengelola pemondokan/majmuah di sana. Carut marut pemondokan ini nampaknya yang sering terjadi, sampai saat ini tercatat beberapa kasus yang melibatkan 4 majmuah, majmuah Khomri, Manazil, Manarah Tabah dan Manazili Muhtarah.

Dalam catatan Pendataan Perumahan Daker Madinah, ketidakprofesionalan mereka setidaknya telah mengakibatkan 8 kloter terlantar hingga 8 jam di Bandara Madinah. Berbagai usaha dan negosiasi yang dilakukan Pemerintah/Daker berujung pada tercapainya kesepakatan bahwa aka nada pengembalian uang jamaah. NAMUN lagi-lagi jamaah harus pasrah dengan kondisi pemondokan yang tidak sesuai kontrak.

” Selama di pemondokan pun banyak jamaah haji yang tak henti didera ujian, mulai dari barang yang hilang, katering yang sering telat dan bahkan terkadang basi, kamar yang kecil namun berpenghuni banyak, MCK yang tidak manusiawi, hingga air yang menjadi barang langka,” ungkap Herlini.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah, sejauh mana PPIH mengambil sikap terhadap Majmuah-majmuah seperti ini?

“Ini menjadi catatan. Tahun depan, kami tidak akan pakai lagi mereka,” ujar wakil ketua PPIH Arab Saudi .

Menurut Herlini, terasa belum cukup kalau dengan hanya mem-black list dan tidak memakai mereka lagi untuk tahun berikutnya. Perlu ada tindakan lain yang lebih tegas berdasar kontrak yang telah dibuat. Kontrak kerja pun harus lebih tegas menyebut pasal sanksi. PPIH perlu membuat langkah antisipatif untuk menutup peluang mereka menyalahi kontrak.

” Kejelian dalam pembuatan kontrak sekaligus juru runding yang handal mutlak diperlukan dalam hal ini. Juru runding, bukan hanya dengan pelaksana teknis saja, melainkan juga dengan pemerintah kerajaan Arab Saudi. Perlu juga mencari majmuah alternatif jika peristiwa seperti ini terjadi, sehingga jamaah tidak menjadi korban. Yang perlu kita catat, bahwa jamaah tidak terlalu memikirkan uang pengembalian, mereka hanya BUTUH KENYAMANAN,” jelas Hj. Herlini Amran, anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Masih menurut Herlini, Inkonsistensi ternyata dilakukan juga oleh Pemerintah kita. Sebagai contoh, komitmen tentang luasan kamar per- jamaah. Banyak jamaah mengeluh terlalu sesak karena harus tidur hingga sepuluh orang dalam 1 kamar. Terhadap permasalahan ini dan seluruh permasalahan lainnya, kami kira perlu ditindaklanjuti dengan segera dibentuknya KPHI (Komisi Pengawas Haji Indonesia) yang independen. Jangan ditunda lagi karena itu adalah amanat Undang-undang. Kita tidak bisa berharap terlalu banyak jika komisi ini belum terbentuk.

Kesehatan
” Haji merupakan ibadah yang membutuhkan kekuatan fisik dan psikis yang prima. Menyikapi jamaah yang sakit ataupun depresi yang kebanyakan berusia lanjut, perlu dikaji oleh pemerintah, agar calon jamaah di atas 60 tahun segera diberangkatkan, tidak tergantung daftar tunggu. Kami melihat di BPHI, sampai ada jamaah/pasien yang tangannya diikat di sisi tempat tidur karena kerap mengamuk,” terang Herlini.

Jamaah non kuota
Menurut Herlini, jika di tahun 2009 kemarin, jamaah non kuota mencapai jumlah 3000-an, tahun ini ternyata masih banyak juga.

Walaupun di luar tangggung jawab PPIH, namun biasanya mereka ditempatkan di maktab Indonesia atas permintaan muassasah. Namun dalam kenyataannya, kehadiran jamaah nonkuota ini mengganggu pelayanan PPIH terhadap jamaah resmi dan membuat citra Indonesia buruk.

” Saya pikir pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap KBIH yang nekat memberangkatkan jamaah nonkuota. Jika perlu, opsi pencabutan izin bisa dipertimbangkan sebagai sanksi terberat. Sedangkan sebagai langkah preventif, penambahan jumlah kuota lebih besar lagi bisa jadi akan menekan angka jamaah nonkuota ini,” ungkapnya.

WNI di Luar Negeri
” Sebuah masukan sekaligus keluhan yang kami dapatkan dari WNI yang sedang berada di Luar negeri, khususnya Mesir yg tidak bisa berangkat haji tahun ini karena tidak mendapatkan visa haji. Mereka mengharapkan pemerintah bisa memberikan rekomendasi sehingga bisa mendapatkan visa untuk berhaji,” tegas Herlini Amran.

Herlini juga menekankan agar Pengelolaan dana professional sejak awal, utamakan syariah supaya berkah. Berhaji merupakan rukun dari agama ini, maka akan lebih baik lagi ketika seluruh pengelolaan dananya sebisa mungkin juga dilakukan dengan pendekatan syariah. Untuk lebih memaksimalkan fungsi setoran haji, perlu diberdayakan bank-bank syariah. Dituntut kesiapan paripurna dari bank-bank maupun asuransi syariah.

Profesionalitas petugas, kemampuan berbahasa dan pengenalan wilayah. Mencermati beberapa kejadian jamaah yang tersasar ataupun permasalahan keadministrasian di sana, menjadi penting bagi pemerintah untuk mengirimkan petugas haji yang mampu berbahasa (arab/inggris) dan sekaligus bisa mengenal lokasi dengan baik.

Menurut Herlini, patut juga dipertimbangkan untuk penambahan temus perempuan (tenaga musiman yang direkrut dari muqimin/mahasiswa yang kuliah di Arab Saudi dan sekitarnya) untuk membantu jamaah calon haji yang kebanyakan perempuan.

Beruntung negeri ini memiliki rakyat yang penyabar, terlebih jamaah calon hajinya. Jika menghadapi masalah ataupun ketidaknyamanan, mereka berusaha ikhlas dan bersabar. “Ya kita kan sedang ibadah, ada masalah tapi ikhlas saja,” kata mereka.

Beruntung pula pemerintah kita yang bisa dengan mudah menenangkan jamaah hanya dengan perkataan “ kami mohon jamaah bisa memaklumi.” Cukupkah kita berpuas dengan kondisi seperti ini?

” Tidakkah kita khawatir dengan keihklasan jamaah yang mungkin saja terganggu akibat berjuta “ujian” ini? Mari kita jawab dengan perbaikan dan kesempurnaan. Keihkhlasan dan kekhusyu’an jamaah akan sangat terbantu dengan profesionalime dan kerja terbaik kita sebagai pengelola dan pelayan mereka. Semoga Allah menjadikan mereka haji yang mabrur, semoga kita mampu menjadi pelayan terbaik bagi tamu-tamu Allah. Semoga Allah mengumpulkan kita kembali dalam sebuah reuni anak negeri di Syurga-Nya kelak. Amin…” tegas Hj. Herlini Amran dengan disertai Doa. ( Aziz )

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline