logo seputarnusantara.com

Dialog Kenegaraan : Bisakah Kenaikan Harga Jelang Puasa Dikendalikan?

Dialog Kenegaraan : Bisakah Kenaikan Harga Jelang Puasa Dikendalikan?

19 - Jun - 2015 | 09:49 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Kenaikan harga menjelang puasa dan hari raya terjadi di masyarakat. Banyak Pejabat sampai dengan Presiden turun ke pasar-pasar melakukan sidak. Hal itu dilakukan sebagai langkah konkrit, jangan sampai tidak ada ketersediaan pangan dan harga yang tidak terjangkau.

Anang Prihantoro, Senator asal Lampung mengatakan berkenaan dengan kunjungan-kunjungan sidak ke pasar tidak ada hubungannya untuk bisa menurunkan harga karena pasar punya cara dan tabiat sendiri. “Karena pasar mempunyai mekanisme tabiat sendiri jadi harga-harga sulit dikendalikan,” kata Anang dalam dalam Dialog Kenegaraan di Coffee Corner DPD RI, Rabu (17/06/2015).

Dialog kenegaraan bertema “Bisakah Kenaikan Harga Jelang Puasa dan Hari Raya Dikendalikan” menghadirkan Anang Prihantoro (Anggota Komite II DPD RI, Senator asal Lampung) sebagai pembicara, dan hadir pula Tulus Abadi (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI), dan Achmad Yakub (Anggota Pokjasus Dewan Ketahanan Pangan).

Anang Prihantoro mendukung pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting tersebut untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok sehingga harga-harga bisa dikendalikan. Anang menilai hal itu tidak lantas membuat sejumlah harga bahan pokok yang telah merangkak naik langsung kembali turun. “Kembali dipertanyakan keluarnya Perpres tersebut efektifkah?”

Kepanikan yang terjadi di masyarakat hampir setiap menjelang ramadhan dan lebaran. Untuk mengatasi hal itu, Senator asal lampung menyarankan agar diangkat diversifikasi (keanekaragaman) pangan dari daerah-daerah. Sehingga ketergantungan terhadap beras dapat dikendalikan.

“Indonesia mempunyai semboyan Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan tidak hanya ragam seni dan budaya saja tetapi juga Bhinneka Tunggal Ika dalam bidang pangan, kedepan Indonesia bebas ketergantungan dengan beras,” tukas Anang.

Harga turun tergantung demand (permintaan). Persoalannya berapa rasional kenaikan permintaan akan barang-barang pangan, bila kenaikan >5% maka Pemerintah harus menelaah dan pelajari, demikian ungkap Dr. Tulus Abadi dari YLKI. Pemerintah wajib menstabilitasi harga terhadap kebutuhan pokok. Dan hal itu sudah diatur dalam UU Pangan No 18 Tahun 2012 tentang pangan yang harus dipatuhi dan dilakukan pemerintah tidak ada alasan untuk tidak sanggup.

Di lapangan tidak cukup dengan Perpres tetapi sebenarnya harus dilakukan perubahan regulasi yang mendasar, baik suplay maupun harga. Suplay harus terpenuhi jangan sampai kurang. Saat ini seharusnya pangan difokuskan pada pangan gizi seimbang bukan hanya ketersediaan.

Kita mendesak negara betul-betul hadir dan memberantas keberadaan kartel. Bila negara menyerahkan pada mekanisme pasar sehingga kemungkinan dikuasai kartel maka akan kacau. Kedepan harus diwaspadai krisis pangan dan energi, dalam kontek pangan kita harus punya ‘gigi’ untuk mengembalikan pangan menuju kedaulatan. “Kalau Perpres tidak bisa menyelesaikan inti masalah ini maka tidak akan efektif,” tegas Tulus.

Achmad Yakub mengatakan Pangan Indonesia secara tradisi sudah berkualitas, seperti adat Aceh yang berbagi-bagi daging menjelang ramadhan, tetapi secara ekonomi pangan terintegrasi dengan pangan internasional sehingga pangan Indonesia menurun kualitasnya. Adanya UU Pangan maka paradigma tentang pangan sudah berubah. Pemerintah dapat lebih fokus terkait pemenuhan bahan pangan. Dia mengimbau agar Pemerintah mampu memprediksi kebutuhan menjelang hari-hari besar, karena dapat dipastikan peningkatan kebutuhan pasti terjadi. (dpd.go.id/Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline