logo seputarnusantara.com

DR. Fredrich Yunadi : Sistem Pemilu Harus Dirubah Total Agar Berkualitas

DR. Fredrich Yunadi : Sistem Pemilu Harus Dirubah Total Agar Berkualitas

DR. Fredrich Yunadi, SH., L.LM., Pengacara

30 - Apr - 2014 | 21:24 | kategori:Headline

Jakarta. Seputar Nusantara. Pemilu Legislatif 2014 sudah berlangsung pada 9 April 2014 yang lalu. Meskipun Pemilu sudah terlaksana, tetapi masih menyisakan berbagai permasalahan. Banyak daerah yang melakukan coblosan ulang dan rekapitulasi hasil Pemilu diulang kembali. Hal ini menandakan ketidakberesan pelaksanaan Pemilu 2014.

Banyak kalangan juga menilai bahwa kinerja KPU, KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/ Kota sangat lemah dan buruk. Terbukti banyak terjadi kecurangan baik itu sebelum, saat, maupun pasca Pemilu. Kecurangan tersebut seperti ; tertukarnya surat suara, money politics, coblosan ulang di berbagai daerah, oknum- oknum KPPS yang curang, hingga penggelembungan suara yang jelas- jelas sangat merugikan Caleg/ Parpol tertentu.

Walaupun Pemilu 2014 bisa dikatakan Legitimed, namun kecurangan- kecurangan tersebut sangatlah mencederai demokrasi yang selama ini sudah dibangun oleh bangsa dan rakyat Indonesia.

Menurut DR. Fredrich Yunadi, SH., L.LM., Pengacara Senior/ Managing Partner & Founder Yunadi & Associates Attorneys At Law, bahwa selama Pemilu masih menggunakan sistem seperti sekarang ini, akan sangat merugikan bangsa dan rakyat Indonesia. Pertama, Pemilu hanya menghambur- hamburkan uang hingga triliunan rupiah. Kedua, akan terjadi carut- marut karena memang sistemnya yang tidak bagus.

” Selama e-KTP belum terealisasi, maka Pemilu akan carut- marut. Karena apa, sebab kalau e-KTP betul- betul terealisasi dengan baik, maka setiap warga negara cukup hanya datang ke Kelurahan untuk melakukan pemungutan suara dengan elektronik. Tidak perlu ada KPU (Komisi Pemilihan Umum), jadi KPU dibubarkan saja. Sistem e-KTP akan sangat mudah dikontrol, karena tidak bisa diwakilkan dan ada sistem deteksi mata. Jadi otomatis masuk komputer dan tidak akan terjadi kecurangan, karena teknologi kan tidak bisa disuap,” ungkap Fredrich Yunadi kepada seputarnusantara.com di Jakarta, pada Rabu 30 April 2014.

Fredrich Yunadi memaparkan, bahwa gagasan Pemilu menggunakan sistem electronic elections dengan berbasis e-KTP sudah dilontarkan pada tahun 2009, saat itu dia sebagai Caleg DPR RI 2009- 2014. Pada waktu 2009, dia kampanye ditengah- tengah rakyat bahwa kalau lolos menjadi anggota DPR, maka akan mendesak pemerintah untuk membubarkan KPU.

” Karena, berapa triliun uang yang dihabiskan untuk KPU dan berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh para Caleg dalam rangka kampanye. Kalau menggunakan sistem electronic elections, maka rakyat akan mudah menggunakan hak pilihnya di Kelurahan atau bahkan dipinggir jalan. Jadi tidak perlu formulir C1 dsb…yang sangat rumit dan menghamburkan uang negara,” tegas pengacara senior ini.

Dia menjelaskan, e-KTP tidak bisa dimanipulasi dan dibohongi. Karena tidak bisa diwakilkan dan ada sistem deteksi matanya. Hasil pemilu juga bisa langsung diperoleh saat itu juga karena menggunakan teknologi canggih. Sehingga akurasinya sangat tinggi dan tidak akan terjadi kecurangan.

Sebenarnya e-KTP sebaiknya berlaku seumur hidup. Jangan seperti sekarang ini KTP berlaku 5 tahun, sehingga jadi proyek cari duit. e-KTP didalamnya harus ada data- data pribadi dan catatan hukum. Kalau Pemilu menggunakan sistem electronic elections, maka biayanya bisa hanya 50% dari biaya Pemilu yang sekarang.

” Kalau sistem electronic elections sudah berlaku di Indonesia, maka tidak akan ada manipulasi. Biaya yang dikeluarkan juga lebih murah dan hasil Pemilu akan bisa cepat diperoleh. Sistem yang canggih ini sebaiknya segera diterapkan di Indonesia,” tegas Fredrich Yunadi dengan berapi- api.

Instrumen lainnya seperti Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) juga seperti macan ompong, karena tidak punya kewenangan untuk menindak, hanya rekomendasi saja. Kalau Polisi tidak memback-up, Bawaslu tidak berani bertindak. Kalau Polisi memback-up baru Bawaslu punya gigi. Seharusnya UU- nya dirubah, seharusnya Bawaslu punya kewenangan untuk menyidik, memeriksa dan menindak pelanggaran Pemilu, termasuk mendiskualifikasi Caleg yang melanggar aturan. Bawaslu juga bisa menindak rakyat yang melanggar aturan Pemilu.

” Maka tidak ada jalan lain, kita harus merubah sistem Pemilu menjadi electronic elections agar Pemilu berkualitas. Merubah UU itu bagus, tetapi electronic elections ini merupakan pilihan yang sangat bagus demi Pemilu yang berkualitas. Rakyat sekarang sangat pragmatis, mereka tidak peduli siapa yang jadi DPR dan Presiden, yang penting ada duit buat beli roti dan beras, maka akan dia coblos,” imbuhnya.

Jadi jangan salahkan rakyat. Yang salah adalah pemerintah, mengapa pemerintah membiarkan rakyat hidup sengsara. Pemerintah tidak bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat, sehingga mereka berpikir pragmatis. Siapa yang memberi uang, maka dialah yang akan dipilih oleh rakyat, itulah fenomena yang terjadi sekarang ini.

” Rakyat Indonesia itu belum siap diberikan kebebasan/ demokrasi. Rakyat kita itu masih perlu dipaksa dan diperintah dengan tangan besi. Karena belum bisa diberikan demokrasi, maka Indonesia baru siap melaksanakan demokrasi sekitar 50 tahun yang akan datang. Termasuk pemilihan langsung juga belum waktunya,” ucap Fredrich Yunadi.

Dia memaparkan, bahwa zaman dulu saat Bupati, Walikota, Gubernur ditunjuk langsung oleh Presiden, ternyata tetap maju dan jalan negara, meskipun bertahap. Tetapi sekarang ini, yang dipilih langsung oleh rakyat, ternyata juga tidak maju negara.

” Satu hal yang mengecewakan, kalau kita membela klien kita, dibilang menghambat penegakan hukum, itu yang ngomong gendeng atau edan? Itu namanya orang gila atau edan, padahal kita membela klien kita. Penyidik menggiring klien, kita mau membebaskan klien, tergantung pintar yang mana kan. Masak kita mau membela klien dibilang menghambat penegakan hukum. Padahal orang KPK yang koar- koar itu kan selama ini juga advokat, tidak langsung jadi pejabat KPK. Dan sebentar lagi mereka juga turun dari KPK. Tidak selamanya mereka menjadi pejabat di KPK, itu yang harus dipikir. Sebenarnya yang menginjak- injak hukum itu kita atau KPK?” pungkas Fredrich Yunadi dipenghujung wawancara. (Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline