logo seputarnusantara.com

Anggota DPR Willem Wandik Tanggapi Rencana Pemerintah Siapkan Perppu Stabilitas Sistem Keuangan

30 - Agu - 2020 | 14:01 | kategori:Headline

Keterangan foto : Willem Wandik, S. Sos., Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI/ Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat

Jakarta. Seputar Nusantara. Rencana pemerintah yang akan merevisi Undang-Undang (UU) terkait Stabilitas Sistem Keuangan mendapat tentangan dari sejumlah anggota DPR.

Seperti diketahui, pemerintah bakal melakukan revisi UU tersebut dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, krisis akibat pandemi virus corona (Covid-19) saat ini mengharuskan pemerintah melakukan extraordinary termasuk dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga, Perppu terkait stabilitas sistem keuangan bisa merespons dampak ke depan yang berada di luar prediksi.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Willem Wandik, S. Sos., memaparkan bahwa dalam analisis forecasting “ramalan” ekonomi Indonesia, yang sebentar lagi akan diumumkan pada kuartal ketiga (menjelang akhir september 2020), pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan mengalami negatif -1,2%, dimana data aktual pada kuartal kedua tahun ini pertumbuhan sudah negatif -5,32%.

Disusul dengan data balance of trade Indonesia menjelang September yang nilainya negatif (-) 1,7 Juta USD. Data current account Indonesia juga di prediksi akan berkisar diangka negatif (-) 9 Juta USD.

“Yang tidak kalah mengejutkan, budget APBN akan tumbuh negatif di angka (-) 6,5% terhadap GDP. Kesemua indikator ini, tentunya sangat mengkhawatirkan, sebab, dipastikan tidak ada jalan lain untuk mendongkrak perekonomian Indonesia, selain berusaha mengontrol dampak krisis keuangan yang akan menghantam Indonesia. Perlu kita ketahui, bahwa goverment budget sekalipun, bergantung dari sumber pembiayaan Surat Berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dimana marketplace- nya selama ini di dominasi oleh investor asing. Yang berarti, Indonesia tidak memiliki kedaulatan untuk mengontrol perilaku pasar keuangan, dimana para pemainnya selama ini berasal
dari multinasional buyer,” tegas Willem Wandik, Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini.

Dalam konteks krisis, lanjut Willem Wandik, yang membayangi Indonesia di depan mata, ada yang menarik dari perilaku “kekuasaan eksekutif” yang dalam beberapa tahun terakhir, tidak sepenuhnya membuktikan diri mereka dapat bekerja kredibel mengamankan amanat Undang- Undang yang diberikan.

“Sebagai contoh, Pada awal masa jabatan Kepresidenan Jokowi pada penghujung tahun 2014, pidaton berapi- api presiden yang mengumumkan, Indonesia memiliki dana yang besar untuk mendukung target megaproyek “nawacita.” Namun memasuki Tahun 2015, Kabinet pada saat itu, tiba- tiba mengumumkan kesulitan keuangan, mengalami defisit anggaran, dan pada akhirnya mendorong penggantian jabatan Menteri Keuangan pada saat itu, dari Bambang Brojonegoro ke Menkeu Srimulyani, yang pada saat itu menawarkan “konsep angin surga yaitu “dana repatriasi” yang kemudian dikenal dengan istilah Undang- Undang Tax Amnesty,” ucap Willem Wandik, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini.

Namun, tambahnya, setelah implementasi kebijakan Tax Amnesty tersebut, tidak ada penambahan dana signifikan untuk membiayai defisit anggaran APBN, yang kemudian berubah menjadi “deal kontrak” megaproyek APBB ke swasta Asing, dan merubah kantor- kantor Kementerian menjadi “kantor marketing – investor korporasi asing” dengan modus Cooperation with BUMN/korporasi negara.

“Kemudian apa yang terjadi? Pertumbuhan ekonomi di sepanjang 6 tahun terakhir, tumbuh tidak seimbang, aktivitas perusahaan asing dan BUMN, dimana sebagian pengguna manfaat dari mega proyek ini, justru tidak bergerak di pelaku ekonomi daerah, banyak pelaku jasa konstruksi lokal daerah yang gulung tikar/bangkrut,” ungkapnya.

Willem Wandik menegaskan, ini barulah awal, dari bencana besar yang kemudian diperburuk dengan hadirnya bencana kesehatan (Covid- 19) yang sejatinya, hanya memperburuk keadaan ketimpangan pertumbuhan ekonomi, yang sejak awal sudah bermasalah sejak 6 tahun silam.

“Saat ini, Pemerintah terus menggunakan tools yang sama, senjata yang sama, untuk menekan Parlemen (DPR RI) agar menyetujui Perppu Stabilitas Keuangan Negara. Rasa- rasanya, narasi darurat/ ancaman krisis ini, telah lama diwacanakan oleh tim keuangan Pemerintah, dan selalu menjadi alat legitimasi yang ampuh, untuk menekan Parlemen, demi mendapatkan legitimasi “persetujuan” sekalipun harus mengamputasi kewenangan Lembaga DPR. Dan mengenyampingkan perintah konstitusi terkait fungsi kontrol lembaga Legislatif terhadap setiap keputusan Pemerintah yang dipandang berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan nasional. (Aziz)

BERANDA | RSS 2.0 | KATEGORI: Headline | Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.

Tulisan dengan Kategori Headline